![]() |
| (Widodo bersama awak media Jr Prata, Leo. Menjelaskan Kebijakan lebih adil bagi nelayan dan juga menjaga keberlanjutan sumber daya laut) |
Padang, Lenteraindonews.com – Nelayan tuna di Sumatera Barat masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas hasil tangkapan sekaligus memenuhi regulasi perizinan kapal. Hal ini diungkapkan Widodo, S.Pi, M.Sc., Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, saat ditemui pewarta Aldi di Bungus, baru-baru ini.
Menurut Widodo, salah satu persoalan utama terletak pada teknologi penangkapan. Kapal modern biasanya sudah memiliki mesin pendingin, sedangkan sebagian besar nelayan lokal masih mengandalkan es batu. “Kalau hanya menggunakan es, kualitas ikan sulit bertahan lama, apalagi jika kapal melaut lebih dari tiga hari. Padahal kualitas sangat menentukan harga jual, terutama untuk pasar ekspor,” jelasnya.
Ia menambahkan, pasar internasional, seperti Amerika Serikat dan Jepang, menerapkan standar ketat dengan sistem grading. Ikan grade A bisa diekspor dengan harga tinggi, sementara ikan grade rendah hanya masuk pasar lokal. “Sering kali nelayan merasa dirugikan karena harga ditentukan pembeli, tanpa mekanisme yang transparan,” ujar Widodo.
Terkait regulasi, pemerintah kini menertibkan kapal tidak berizin. Kapal beroperasi di atas 12 mil laut wajib memiliki izin pusat, sedangkan di bawah 12 mil cukup izin daerah. Meski demikian, banyak nelayan lebih memilih izin daerah karena biaya ke pusat lebih besar akibat adanya pungutan negara.
![]() |
| (Pelabuhan Bungus (wikipedia) |
Widodo menjelaskan, sistem penangkapan ikan terukur mulai diterapkan menggantikan mekanisme PRA. Dengan sistem baru, pungutan negara dibayar berdasarkan hasil tangkapan nyata, bukan lagi di muka. “Kebijakan ini lebih adil bagi nelayan dan juga menjaga keberlanjutan sumber daya laut kita,” tegasnya.
Namun, di luar persoalan regulasi, tantangan terbesar tetap pada SDM dan manajemen usaha. Investasi kapal, teknologi pendingin, hingga sistem distribusi membutuhkan biaya besar, sementara harga ikan sering berfluktuasi. “Kalau tidak ditopang manajemen yang baik, usaha ini sangat berisiko. Padahal potensi tuna kita besar sekali, Bungus bisa menjadi salah satu pusat perikanan tuna berdaya saing internasional,” tutup Widodo.(Aldi)



Posting Komentar
Posting Komentar