Padang, Lenteraindonews.com – Nama Alberto sudah tak asing lagi di kancah seni rupa Sumatera Barat bahkan nasional. Lebih dari dua dekade, seniman kelahiran 27 Oktober 1984 ini telah mengabdikan hidupnya bukan hanya untuk mencipta karya, tetapi juga untuk memperjuangkan seni sebagai bahasa universal yang menghubungkan manusia dan ide.


Bermukim di rumah sederhana di Jl. Kolam Indah, Cendana Mata Air, Padang, Alberto menjadikan seni sebagai napas kehidupannya. Bagi pria yang akrab disapa Al ini, seni adalah ruang dialog tanpa kata, sebuah medium kebebasan untuk berekspresi dan berkomunikasi dengan publik.


“Seni itu ruang bebas, bukan hanya untuk mengekspresikan diri, tapi juga berdialog dengan publik,” ujar Alberto, menyampaikan filosofi yang menjadi pondasi dari setiap karyanya.


Perjalanan Panjang dari Kompetisi ke Eksistensi

Jejak kesenimanan Alberto mulai terlihat gemilang sejak masa sekolah di SMK 4 Padang pada awal tahun 2000-an. Saat itu, ia telah menjadi jawara hampir di setiap lomba seni rupa yang diikutinya, selalu menempati posisi tiga besar. Prestasi inilah yang mengantarkannya untuk mendalami ilmu secara formal di Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Padang (UNP).


Sejak 2018, Alberto memilih untuk tidak lagi mengikuti kompetisi. Sebuah keputusan yang justru membukakan pintu yang lebih luas. Alih-alih berkompetisi, ia fokus pada pameran dan kolaborasi, membagikan ilmunya, dan memberi ruang bagi generasi baru—sebuah bentuk perjuangan lain untuk memajukan ekosistem seni.

Jejak Karya dari Padang untuk Indonesia

Konsistensi Alberto dalam berkarya tervalidasi melalui rangkaian pameran prestisius yang diikutinya selama lebih dari 20 tahun. Perjalanannya dimulai dari pameran bersama di Taman Budaya Sumbar (2002), lalu melanglang ke tingkat nasional lewat pameran “Manifesto” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2008).


Tidak berhenti, dedikasinya terus berlanjut melalui berbagai pameran penting seperti Pra Sumatra Biennale (2011), Padang Contemporary Drawing (2020), hingga pameran bertaraf nasional seperti Indonesia Borderless di Gedung NasDem Jakarta (2024) dan Buah Tangan di Taman Budaya Sumbar (2025). Karya-karyanya menjadi bukti nyata seorang seniman yang aktif merespons zaman tanpa kehilangan identitas.


Puncak pengakuan terbaru datang pada Sabtu, 13 September 2025, ketika ia menyabet Juara 1 Lomba Mural Sumbar Creative Economy Festival yang digagas Bank Indonesia. Kemenangan ini bukan sekadar tropi, melainkan pengakuan atas visi artistiknya yang tetap relevan dari masa ke masa.


Seni adalah Perjuangan dan Identitas

Bagi Alberto, seni adalah jalan hidup. Setiap goresan dan warnanya adalah catatan perjalanan batin, pencarian makna, dan upaya untuk terus berdialog dengan kehidupan. Ia menolak untuk dikungkung satu gaya tunggal; terkadang kontemporer, di lain waktu ia mendalami akar budaya Minangkabau, menciptakan karya yang kaya akan lapisan makna.


Rumahnya tidak hanya berfungsi sebagai studio, tetapi juga sebagai ruang kreatif yang selalu hidup, tempat dimana ide-ide bertemu komunitas dan publik. Alberto membuktikan bahwa seorang seniman sejati tidak hanya bekerja di balik kanvas, tetapi juga aktif menjadi bagian dari denyut nadi perkembangan seni di masyarakat.


Di usia 41 tahun, Alberto telah menjadi pilar dan inspirasi bagi seniman muda. Konsistensinya adalah teladan: bahwa seni adalah panggilan jiwa yang memerlukan ketekunan, keberanian, dan ketulusan untuk diperjuangkan.(Aldi/Osmon)